Obyek Wisata Kawasan Batur atau lebih dikenal dengan kawasan
Kintamani terletak di Desa Batur, Kecamatan Kintamani Kabupaten Daerah Tingkat
II Bangli. Obyek Wisata Kawasan Batur berada pada ketinggian 900 m di atas
permukaan laut dengan suhu udaranya berhawa sejuk pada siang ahri dan dingin
pada malam hari. Untuk mencapai lokasi ini dari Ibu Kota Bangli jaraknya 23 km.
Obyek wisata ini dapat dilalui dengan kendaraan bermotor, karena lokasi ini
menghubungkan kota Bangli dan kota Singaraja. Sedangkan rute obyek,
menghubungkan Obyek Wisata Kawasan Batur dengan Obyek Wisata Tampaksiring dan
Besakih. Sumber-sumber yang menyebutkan tentang Batur adalah Lontar Kesmu Dewa.
Lontar Usana Bali dan Lontar Raja Purana Batur. Disebutkan bahwa Pura Batur
sudah ada sejak jaman Empu Kuturan yaitu abad X sampai permulaan abad XI.
Luasnya areal dan banyaknya pelinggih-pelinggih maka diperkirakan bahwa Pura
Batur adalah Penyiwi raja-raja yang berkuasa di Bali, sekaligus merupakan
Kahyangan Jagat. Di Pura Batur yang diistanakan adalah Dewi Danu yang
disebutkan dalam Lontar Usana Bali yang terjemahannya sebagai berikut: Adalah
ceritera, terjadi pada bulan Marga Sari (bulan ke V) waktu Kresna Paksa (Tilem)
tersebutlah Betara Pasupati di India sedang memindahkan Puncak Gunung Maha Meru
dibagi menjadi dua, dipegang dengan tangan kiri dan kanan lalu dibawa ke Bali
digunakan sebagai sthana Putra beliau yaitu Betara Putrajaya (Hyang Maha Dewa)
dan puncak gunung yang dibawa tangan kiri menjadi Gunung Batur sebagai sthana
Betari Danuh, keduanya itulah sebagai ulunya Pulau Bali. Kedua Gunung ini
merupakan lambang unsur Purusa dan Pradana dari Sang Hyang Widhi. Pura Batur
merupakan tempat Pemujaan Umat Hindu di seluruh Bali khususnya Bali Tengah,
Utara dan Timur memohon keselamatan di bidang persawahan. Sehingga pada saat
puja wali yang jatuh pada Purnamaning ke X (kedasa) seluruh umat terutama pada
semua kelian subak, sedahan-sedahan datang ke Pura Batur menghaturkan Suwinih.
Demikian kalau terjadi bencana hama. Nama obyek wisata kawasan Batur
disesuaikan dengan potensi yang ada yaitu Gunung Batur dan Danau Batur. Nama
Pura Batur berasal dari nama Gunung Batur yang merupakan salah satu Pura Sad
Kahyangan di emong oleh Warga Desa Batur. Sebelum meletusnya Gunung Batur pada
tahun 1917, Pura Batur berada di kaki sebelah Barat Daya Gunung Batur. Akibat
kerusakan yang ditimbulkan oleh letusan Gunung Batur ini, maka Pura bersama
warga desa Batur dipindahkan di tempat sekarang. Sisa-sisa lahar yang membeku
berwarna hitam, Gunung Batur tegak menjulang, Danau Batur teduh membiru,
merupakan suatu daya tarik bagi setiap pengunjung. Dari Penelokan dapat
memandang birunya Danau Batur dan buih-buih ombak yang menepi menemani sopir
boat saat melayani wisatawan dan penumpang umum dalam setiap penyeberangan dari
Desa Kedisan ke Desa Trunyan. Para nelayan juga mewarnai kesibukan di Danau
Batur mengail ikan mujair yang hasil tangkapannya di jual di pasar Kota Bangli,
sehingga di Bangli dikenal dengan sate mujairnya yang merupakan makanan ciri
khas Kabupaten Bangli.
Pura Ulun Danu Bratan berlokasi di sisi barat Danau Bratan,
Dataran Tinggi Bedugul pada ketinggian 1239 meter di atas permukaan laut. Danau
Bratan sendiri dulunya adalah bagian dalam dari kawah Gunung Catur. Sebagai
salah satu pusat irigasi di Pulau Bali, pura ini dibangun memuja Dewi Danu atau
dewi danau. Umat datang untuk bersembahyang di sini dan berdoa mengharapkan
panen yang berlimpah. Berdasar pada manuskrip kuno dari Kerajaan Mengwi, Pura
Ulun Danu Bratan dibangun tahun 1633 oleh I Gusti Agung Putu / Agung Anom, Raja
Mengwi. Setelah melewati gerbang utama, ada stupa besar dengan ukiran, kemudian
terlihat pura utama Pura Teratai Bang. Ada juga pura yang lebih kecil Pura
Dalem Purwa, yang dibangun untuk memuja dewi makanan dan minuman. Di pinggir
danau ada pula dua pura dengan meru bertingkat. Yang besar dengan meru
11-tingkat adalah rumah dewa penjaga Gunung Mangu. Gunung Mangu sendiri adalah
tempat tinggal Dewa Wisnu, sehingga pura tersebut dibangun untuk memuja Dewa
Wisnu. Pura lainnya adalah Lingga Petak yang lebih kecil dan lebih ke arah
tengah danau. Pura dengan meru 3-tingkat ini dibangun untuk memuja Dewa Siwa,
dan hanya bisa dicapai menggunakan perahu. Ketika pura direnovasi tahun 1968,
ditemukan 3 buah batu berbentuk bulat dan panjang pada pondasinya,
masing-masing berwarna merah, putih, dan hitam. Batu yang putih dipercaya
sebagai lingga simbol Dewa Siwa yang melambangkan kesuburan.
Tanah Lot adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di
sini ada dua pura yang terletak di di atas batu besar. Satu terletak di atas
bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu.
Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Sad Kahyangan, yaitu pura-pura
yang merupakan sendi-sendi pulau Bali. Pura Tanah Lot merupakan pura laut
tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Menurut legenda, pura ini dibangun oleh
seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Beliau adalah Danghyang Nirartha
yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan
membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu penguasa Tanah
Lot, Bendesa Beraben, iri terhadap beliau karena para pengikutnya mulai
meninggalkannya dan mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben menyuruh
Danghyang Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot. Beliau menyanggupi dan sebelum
meninggalkan Tanah Lot beliau dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke
tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura disana. Beliau juga
mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai
sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai
ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai
racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhir dari legenda menyebutkan bahwa
Bendesa Beraben akhirnya menjadi pengikut Danghyang Nirartha. Obyek wisata
tanah lot terletak di Desa Beraban Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, sekitar
13 km barat Tabanan. Disebelah utara Pura Tanah Lot terdapat sebuah pura yang
terletak di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing ini menghubungkan pura
dengan daratan dan berbentuk seperti jembatan (melengkung). Tanah Lot terkenal
sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam (sunset), turis-turis
biasanya ramai pada sore hari untuk melihat keindahan sunset di sini.
Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (bahasa Inggris: Garuda
Wisnu Kencana Cultural Park), disingkat GWK, adalah sebuah taman wisata di
bagian selatan pulau Bali. Taman wisata ini terletak di tanjung Nusa Dua,
Kabupaten Badung, kira-kira 40 kilometer di sebelah selatan Denpasar, ibu kota
provinsi Bali. Di areal taman budaya ini, direncanakan akan didirikan sebuah
landmark atau maskot Bali, yakni patung berukuran raksasa Dewa Wisnu yang
sedang menunggangi tunggangannya, Garuda, setinggi 12 meter. Area Taman Budaya
Garuda Wisnu Kencana berada di ketinggian 146 meter di atas permukaan tanah
atau 263 meter di atas permukaan laut. Patung Garuda Wisnu Kencana berlokasi di
Bukit Unggasan - Jimbaran, Bali. Patung ini merupakan karya pematung terkenal
Bali, I Nyoman Nuarta. Monumen ini dikembangkan sebagai taman budaya dan
menjadi ikon bagi pariwisata Bali dan Indonesia. Patung tersebut berwujud Dewa
Wisnu yang dalam agama Hindu adalah Dewa Pemelihara (Sthiti), mengendarai
burung Garuda. Tokoh Garuda dapat dilihat di kisah Garuda & Kerajaannya
yang berkisah mengenai rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda untuk
menyelamatkan ibunya dari perbudakan yang akhirnya dilindungi oleh Dewa Wisnu.
Patung ini diproyeksikan untuk mengikat tata ruang dengan jarak pandang sampai
dengan 20 km sehingga dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga Tanah
Lot. Patung Garuda Wisnu Kencana ini merupakan simbol dari misi penyelamatan
lingkungan dan dunia. Patung ini terbuat dari campuran tembaga dan baja seberat
4.000 ton, dengan tinggi 75 meter dan lebar 60 meter.
Pura Luhur Uluwatu ini berada di Desa Pecatu Kecamatan Kuta
Kabupaten Badung. Pura Luhur Uluwatu dalam pengider-ider Bali berada di arah
barat daya sebagai pura untuk memuja Tuhan sebagai Batara Rudra. Kedudukan Pura
Luhur Uluwatu tersebut berhadap-hadapan dengan Pura Andakasa, Pura Batur dan
Pura Besakih. Karena itu umumnya banyak umat Hindu sangat yakin di Pura Luhur
Uluwatu itulah sebagai media untuk memohon karunia menata kehidupan di bumi
ini. Karena itu, di Pura Luhur Uluwatu itu terfokus daya wisesa atau kekuatan
spiritual dari tiga dewa yaitu Dewa Brahma memancar dari Pura Andakasa, Dewa
Wisnu dari Pura Batur dan Dewa Siwa dari Pura Besakih. Tiga daya wisesa itulah
yang dibutuhkan dalam hidup ini. Dinamika hidup akan mencapai sukses apabila
adanya keseimbangan Utpati, Stithi dan Pralina secara benar, tepat dan
seimbang. Menurut Lontar (pustaka kuna) Kusuma Dewa Pura ini didirikan atas
anjuran Mpu Kuturan sekitar abad ke-11. Pura ini salah satu dari enam Pura Sad
Kahyangan yang disebutkan dalam Lontar Kusuma Dewa. Pura yang disebut Pura Sad
Kahyangan ada enam yaitu Pura Besakih, Pura Lempuhyang Luhur, Pura Goa Lawah,
Pura Luhur Uluwatu, Pura Luhur Batukaru dan Pura Pusering Jagat. Berhubung
banyak lontar yang menyebutkan Sad Kahyangan, maka tahun 1979-1980 Institut
Hindu Dharma (sekarang Unhi) atas penugasan Parisada Hindu Dharma Pusat
mengadakan penelitian secara mendalam. Akhirnya disimpulkan bahwa Pura Sad
Kahyangan menurut Lontar Kusuma Dewa keenam pura itulah yang ditetapkan. Lontar
tersebut dibuat tahun 1005 Masehi atau tahun Saka 927, hal ini didasarkan pada
adanya pintu masuk di Pura Luhur Uluwatu menggunakan Candi Paduraksa yang
bersayap. Candi tersebut sama dengan candi masuk di Pura Sakenan di Pulau
Serangan Kabupaten Badung. Di candi Pura Sakenan tersebut terdapat Candra
Sangkala dalam bentuk Resi Apit Lawang yaitu dua orang pandita berada di
sebelah-menyebelah pintu masuk. Hal ini menunjukkan angka tahun yaitu 927 Saka,
ternyata tahun yang disebutkan dalam Lontar Kusuma Dewa sangat tepat. Dalam
Lontar Padma Bhuwana disebutkan juga tentang pendirian Pura Luhur Uluwatu
sebagai Pura Padma Bhuwana oleh Mpu Kuturan pada abad ke-11. Candi bersayap
seperti di Pura Luhur Uluwatu terdapat juga di Lamongan, Jatim. Pura Luhur
Uluwatu berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra dan terletak di barat
daya Pulau Bali. Pura Luhur Uluwatu didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka
dan Padma Bhuwana. Sebagai pura yang didirikan dengan konsepsi Sad Winayaka,
Pura Luhur Uluwatu sebagai salah satu dari Pura Sad Kahyangan untuk
melestarikan Sad Kertih (Atma Kerti, Samudra Kerti, Danu Kerti, Wana Kerti,
Jagat Kerti dan Jana Kerti). Sedangkan sebagai pura yang didirikan berdasarkan
Konsepsi Padma Bhuwana, Pura Luhur Uluwatu didirikan sebagai aspek Tuhan yang menguasai
arah barat daya. Pemujaan Dewa Siwa Rudra adalah pemujaan Tuhan dalam memberi
energi kepada ciptaannya. Ida Pedanda Punyatmaja Pidada pernah beberapa kali
menjabat Ketua Parisada Hindu Dharma Pusat mengatakan bahwa di Pura Luhur
Uluwatu memancar energi spiritual tiga dewa. Kekuatan suci ketiga Dewa Tri
Murti (Brahma, Wisnu dan Siwa) menyatu di Pura Luhur Uluwatu. Karena itu umat
yang membutuhkan dorongan spiritual untuk menciptakan, memelihara dan
meniadakan sesuatu yang patut diadakan, dipelihara dan dihilangkan sering
khusus memuja Dewa Siwa Rudra di Pura Luhur Uluwatu. Salah satu ciri hidup yang
ideal menurut pandangan Hindu adalah menciptakan segala sesuatu yang patut
diciptakan. Memelihara sesuatu yang patut dipelihara dan menghilangkan sesuatu
yang patut dihilangkan. Menciptakan, memelihara dan menghilangkan sesuatu yang
patut itu tidaklah mudah. Berbagai hambatan akan selalu menghadang. Dalam
menghadapi berbagai kesukaran itulah umat sangat membutuhkan kekuatan moral dan
daya tahan mental yang tangguh. Untuk mendapatkan keluhuran moral dan ketahanan
mental itu salah satu caranya dengan jalan memuja Tuhan dengan tiga
manifestasinya. Untuk menumbuhkan daya cipta yang kreatif pujaan Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Dewa Brahma. Untuk memiliki ketetapan hati memelihara
sesuatu yang patut dipelihara pujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa
Wisnu. Untuk mendapatkan kekuatan untuk menghilangkan sesuatu yang patut
dihilangkan pujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa. Energi
spiritual ketiga manifestasi Tuhan itu menyatu dalam Dewa Siwa Rudra yang
dipuja di Pura Luhur Uluwatu. Pura Luhur Uluwatu ini tergolong Pura Kahyangan
Jagat. Karena Pura Sad Kahyangan dan Pura Padma Bhuwana itu adalah tergolong
Pura Kahyangan Jagat. Di Pura Luhur Uluwatu ini Batara Rudra dipuja di Meru
Tumpang Tiga. Di sebelah kanan dari Jaba Pura Luhur Uluwatu ada Pura Dalem
Jurit sebagai pengembangan Pura Luhur Uluwatu pada zaman kedatangan Dang Hyang
Dwijendra pada abad ke-16 Masehi. Di Pura Dalem Jurit ini terdapat tiga patung
yaitu patung Brahma, Ratu Bagus Dalem Jurit dan Wisnu. Ratu Bagus Dalem Jurit
itulah sesungguhnya Dewa Siwa Rudra dalam wujud Murti Puja. Pemujaan energi Tri
Murti dengan sarana patung ini merupakan peninggalan sistem pemujaan Tuhan
dengan sarana patung dikembangkan dengan sistem pelinggih. Karena saat beliau
datang ke Pura Dalem Jurit itu sistem pemujaan di Pura Luhur Uluwatu masih
sangat sederhana karena kebutuhan umat memang juga masih sederhana saat itu.
Pura Luhur Uluwatu juga memiliki beberapa pura Prasanak atau Jajar Kemiri. Pura
Prasanak tersebut antara lain Pura Parerepan di Desa Pecatu, Pura Dalem Kulat,
Pura Karang Boma, Pura Dalem Selonding, Pura Pangeleburan, Pura Batu Metandal
dan Pura Goa Tengah. Semua Pura Prasanak tersebut berada di sekitar wilayah
Pura Luhur Uluwatu di Desa Pecatu. Umumnya Pura Kahyangan Jagat memiliki Pura
Prasanak. Demikianlah sekilas tentang Pura Luhur Uluwatu.
Pura ini terletak disebelah barat desa Bedulu atau sekitar 6
Km timur Ubud. Di tyempat ini ada goa dan Pura berikut kolam tempat
pertirtaan,yang berisi pancuran. Nma goa gajah berasal dari gua gajah, sebut
nama yang di tulis oleh empu Prapanca di lontar Negara Kertagama tahun 1365
M.Gua gajah sebetulnya adalah sungai petani.Goa ini berbentuk huruf “T” berisi
arca Ganesha yang dianggap sebagai dewa ilmu pengetahuan. Berdasarkan tulisan
tipe kediri yang berbuinyi kumon dan shahyangsa didinding timur mulut goa dan
diperkirakan berasal dari abad ke XI.Berdasarkan peninggalan artefak dipura
tersebut yakni peniggalan hinduistis(lingga,arca pancuran
wyadara-wyadari)beserta peniggalan arca Busdhiistis(arca hariti,Arca Dyani
budaha Amitabha), dan relief stupa bercabang tiga, maka sifat keagamaan dari
komplek peniggalan purbakala digoa gajah adalah ciwa budha Tempat ini banyak
dikunjungi oleh para wisatawan.Tahun 1993 tercatat 303.556 orang wisatawan
mancanegara dan nusantara yang berkunjung melihat kepurbaan goa gajah.
Come...
book to get discount & get more discount for next booking
Free
tourist information about adventures in Bali Island) :
Phone : +62 361 3687 624
Mobile : +62 81 2469 7219
Email : kawasanwisatabalitou
Tidak ada komentar:
Posting Komentar